“Should We accepted the system of Winners and Losers?A system that put a Dollar sign in every public services and almost every human values.

Kata kata tersebut diucapkan John Pilger di akhir film dokumenter The New Rulers of The World

Globalisasi hanyalah sebuah kata kata klise yang digunakan oleh negara negara kaya,dimana mereka hanya mengumbar “janji” untuk membantu dan memajukan kondisi negara negara miskin di belahan dunia lainnya.Globalisasi dapat berarti modal uang besar yangdapat dipindahkan kemana dan kapan saja dengan aman. Visi dan Misi “mulia” yang dibawa oleh lembaga lembaga keuangan seperti IMF dan World Bank menguap entah kemana.

Lembaga-lembaga yang menyebut diri mereka sebagai “pembantu keuangan” negara negara dunia ketiga menjalankan tugas yang bertolak belakang dengan apa yang mereka sebut dengan “membantu memajukan kondisi negara”,alih alih membantu negara negara miskin untuk mengentaskan kemiskinan dan menyejahterakan para penduduknya seperti apa yang mereka janjikan namun mereka justru menjerumuskan negara miskin dan penduduknya lewat pinjaman pinjaman yang terus menguras anggaran pemerintahan, sehingga kesejahteraan,kemakmuran dan kebangkitan dari kemiskinan hanyalah angan – angan belaka.

Saya ingin mengutip perkataan yang diucapkan oleh Alm.Kasino ( komedian yang berasal dari grup Warkop DKI), dimana dalam salah satu filmnya,ia berujar “sistem tetap lama,tapi organisasi baru”. Ungkapan inilah yang pas untuk mendefinisikan kata Globalisasi yang dielu elukan oleh mereka yang menganut paham ini dan mereka yang diuntungkan oleh Globalisasi.

Menurut para penganutnya, hanya globalisasilah yang dapat menyatukan manusia dari segala ras dari seluruh negara. Globalisasilah yang dapat menyelamatkan negara negara dari jurang kemiskinan dan menciptakan kekayaan yang merata. Namun yang sesungguhnya terjadi justru sebaliknya, yang miskin menjadi semakin miskin karena pekerjaan dan layanan publik yang dicabut untuk membayar bunga pinjaman pemerintah kepada Bank Dunia, sementara yang kaya menjadi luar biasa kaya.

Globalisasi yang kita alami sekarang hanyalah sebuah dejavu yang meningatkan kita akan rejim otoriter yang dilakukan oleh raja raja terdahulu dalam memonopoli negara mereka,namun kekejaman raja raja terdahulu telah berevolusi menjadi dengan apa yang kita sebut dengan Globalisasi. Globalisasi merupakan sebuah dejavu akan kekejaman raja raja terdahulu dalam memeras rakyatnya. Kekejaman raja raja terdahulu dalam memeras rakyatnya digantikan oleh perusahaan – perusahaan multinasional dengan berbagai lembaga keuangan dan pemerintah sebagai penopang mereka dalam memeras negara miskin sehingga terjadi istilah yang kita sebut dengan kesenjangan atau ketimpangan.

Setiap hari lebih dari 1 trilyun rupiah disetorkan negara miskin di seluruh belahan dunia kepada negara kaya beserta Bank Dunia sebagai mediatornya dalam bentuk pembayaran hutang. Para rakyat miskinlah yang harus menanggung beban pelunasan hutang pemerintah kepada IMF.

Pemerasan yang dilakukan oleh lembaga lembaga keuangan dunia tidak hanya berdampak langsung kepada neraca keuangan negara Negara miskin yang selalu tidak seimbang karena anggaran pemerintahan selalu digunakan untuk membayar kembali “bantuan” yang mereka terima, namun secara langsung kondisi tersebut juga semakin memperberat nasib para penududuk Indonesia dalam kaitan ini profesi buruh pabrik pabrik terkenal yang berdomisili di Indonesia, seperti Nike,GAP, dan perusahaan perusahaan multinasional lainnya yang jumlahnya tidak sedikit.

Globalisasi menimbulkan hutang dan melahirkan kesengsaraan,pengangguran,kirisi,dan privatisasi perusahaan perusahaan milik negara. Sehingga menyebabkan rakyat harus membayar mahal untuk kesehatan dan pendidikan.Dikencangkannya tali tali subsidi pemerintah akan kebutuhan primer seperti pemotongan subsidi minyak,bahan makanan dan listrik yang merupakan saran dan masukan dari lembaga keuangan dunia semakin memperburuk keadaan dan menjerat urat leher para buruh dalam mencari nafkah dan membiayai kelangsungan hidup buruh pabrik itu sendiri beserta keluarganya .



Ratusan tahun lamanya Indonesia diperdaya oleh negara negara kaya dari barat sana,bukan hanya Indonesia,tetapi semua negara miskin yang tidak berdaya, sehingga negara negara kaya itu menjadi kuat, makmur, dan memiliki hegemoni kekuasaan akan uang dan perdagangan. Dan sampai sekarang Indonesia dan negara negara miskin lainnya masih menjadi “kerbau yang dicocok hidungnya” oleh IMF dan Bank dunia yang selalu mendikte kita.

Demi sesuap nasi dengan para buruh mengucurkan peluh keringat yang tidak sebanding dengan gaji yang para buruh pabrik dapatkan. Bekerja dalam kondisi sesak, dan berdiri selama puluhan jam dibawah panasnya lampu neon yang bisa mencapai suhu sebesar 40 C merupakan rutinitas “biasa” yang terpaksa harus mereka jalani setiap harinya, karena mereka membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari harinya dan tidak bisa menemukan pekerjaan yang dibayar dengan lebih layak. Ruangan ber AC dan kenyamanan yang seharusnya didapatkan oleh para buruh hanyalah sebuah kode etik yang tidak pernah diterapkan dengan efektif dan semestinya. Ruangan ber AC dan kenyamanan hanyalah milik para bos bos perusahaan di lantai atas perusahaan.

Bila dibandingkan dengan penghasilan para petinggi perusahaan perusahaan multinasional, pendapatan buruh di Indonesia sangatlah rendah dan mengenaskan. Dari sebuah celana boxer yang dijual oleh GAP seharga Rp.112.000/pcs,seorang buruh hanya mendapatkan 500 rupiah saja. Hal itu sama persis dengan sepatu olahraga yang dijual seharga 1,4 juta rupiah,buruh pabrik hanya mendapatkan sekitar Rp.5000.

Keadaan para buruh di Indonesia tidaklah berbeda dengan keadaan para buruh di belahan lain, seperti Asia, Afrika, Amerika Latin dimana merek merek terkenal diproduksi dengan sangat murah guna menguntungkan keuntungan pasar dan negara negara kaya. Ironi memang,namun hal itu benar benar terjadi pada negeri tercinta kita,Indonesia. Suatu kenyataan yang menyedihkan dibalik potret sisi “keberhasilan dan keajaiban ekonomi “ yang tidak pernah diberitakan.

Kita sebagai mahasiswa tentu harus bersikap kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang merugikan kaum buruh, karena para buruh telah dipekerjakan seperti pada jaman romusha yang telah kita alami saat Jepang menjajah kita oleh para perusahaan multinasional lewat investasi investasinya yang ditanam di Indonesia.

Deny Adi Prabowo 210110080309

  1. Adrio Kusmareza Says:

    Sudah kalau sudah berhadapan dengan uang.
    Mungkin derajat uang dibawah Tuhan.
    Hehe.

  1. Deny Says:

    Susah kali maksudnya yooo
    HAHAHHA

  1. Vannia Says:

    ...dan Indonesia (katanya) sebagai negara yang sedang berkembang.
    berkembang apanya? korupsinya? pornstarnya? hahaha

Leave a Reply

Text Widgets

Labels

Followers

Links

Another Templates

Labels